loading...

The Woman that Dreamed About a Man, Cinta Pada Sepotong Mimpi

Judul: The Woman that Dreamed About a Man
Sutradara: Per Fly
Pemain: Sonja Richter, Marcin Dorosinski, Michael Nyqvist
Durasi: 100 menit


Tak ada yang ganjil pada suatu kebetulan: Bersama dengan teman SMA pada sebuah lift 20 tahun setelah kelulusan; menyeberangi Selat Sunda dalam satu kapal dengan bekas pacar setelah beranak dua; seorang guru SD yang dirawat bekas muridnya di rumah sakit umum. Konon, dunia selalu memberi ruang bagi kebetulan-kebetulan. Tapi, apakah memimpikan seseorang yang sama setiap hari selama bertahun-tahun termasuk di antaranya?


Karen (Sonja Richter) bekerja sebagai fotografer mode yang nyaris jarang bercengkerama dengan suami dan anak perempuannya. Ia lebih sering meluangkan waktunya untuk melancong ke kota-kota utama Eropa, yang pada akhirnya semakin mengoyak jarak antara ia dengan negeri asalnya, Denmark, tempat tinggalnya. Hidupnya seolah-olah terekat pada kamera digitalnya, serta kopor kecil yang siap dijinjing ke manapun.

Nona K, demikian ia biasa dipanggil. Di setiap kota yang disinggahi, ia enggan menempati hotel yang berbeda. "Kamar yang biasa, Nona K," kata petugas di lobi. Mata sang fotografer yang mengisyaratkan ketergesaan akan tersenyum. Ia sepertinya bahagia.  

Suatu sore selepas melalui sebuah sesi pemotretan di Paris, Perancis, ia seketika seperti tersengat oleh penampakan seorang pria dengan belahan di dagu di halaman hotel. Tanpa banyak jeda, ia segera ikuti ke mana pria itu pergi. Namun, sang pria sadar bahwa seseorang sedang menguntitnya. Sejurus kemudian, di sebuah kaki lima yang menyokong konstruksi jembatan kereta, sang pria menghilang untuk kemudian memergoki Karen dengan tiba-tiba. "Kenapa kau membuntutiku," tanyanya. "Kukira aku mengenalmu," kata Karen.

Segala peristiwa selalu menyimpan mula. Bagi Karen dan Maciek (Marcin Dorosinski), dialog di tepian jalan itu jadi intro bagi hubungan mereka selanjutnya yang melentingkan birahi dan kecemasan tanpa-batas. 

Sejak pertemuan pertama itu, Karen mendongkrak obsesinya terhadap Maciek. "I see your face in every flower," sebuah lirik lagu berkata.

Keseharian Karen lantas diselubungi perasaan bersalah yang memabukkan karena telah menyemayamkan Maciek dalam pikirannya. Lalu sampailah adegan di restoran hotel tempat Karen menginap. Karen, bermain-main dengan pikirannya, melihat Maciek duduk di meja yang berseberangan dengannya. Mata mereka bertemu. Seperti bisa diduga, Maciek menghampiri Karen. Didesak perasaan gugup, Karen meneguk air dengan tergesa. "Aku melihatmu dalam mimpiku," katanya, "di kamar sebuah hotel". Kemudian ia menceritakan isi mimpinya yang disesaki kekalutan. "Wajahmu diliputi kesedihan."

Dalam mimpi itu pula, Karen melihat Maciek melompati balkon kamar.

Adegan-adegan selanjutnya dalam film itu melulu menghamparkan perkembangan psikologis Karen dan Maciek. Pun, adu watak jalin-menjalin dengan adegan persenggamaan yang erotis dan purba. Tempat bukanlah yang utama. Kita bisa melihat mereka saling merangsang di gang kota Paris, kamar kerja Maciek yang lembab di Warsawa, atau lantai sebuah universitas yang sesak-gulita. Tapi justru dengan itu kita bisa menilai seberapa besar perasaan mereka bergolak. Simaklah percakapan ini, saat ketika Karen memaksa Maciek untuk bercinta di kampus tempatnya mengajar: "Aku mesti mengajar," kata Maciek. "Ayolah," pinta Karen, menarik lengan sang lelaki. "Apa maumu sesungguhnya?" bentak Maciek. "Setubuhi aku," Karen menjawab sambil berlutut.

Dihadapkan dengan pertemuan yang bertubi-tubi, Karen akhirnya memutuskan meninggalkan suami dan anaknya. Akan halnya Maciek, istrinya berhasil mengetahui ihwal perselingkuhan suaminya setelah Karen bertamu ke tempat tinggalnya. Sejak itu, Maciek sontak memelihara amarah terhadap Karen. "Kamu tak boleh meninggalkanku," keluh Karen. "Aku tahu kamu memimpikan hal yang sama." Tak lama kemudian, kamera pun mengabarkan kepada kita tentang mimpi Maciek. Adegan ini mengingatkan saya pada puisi Sutardji Calzoum Bachri, "yang tertusuk padamu/berdarah padaku".

Kekuatan dalam film Denmark yang disutradarai oleh Per Fly ini adalah pada cara karakter-karakternya berkembang dengan amat kuat. Adegan demi adegan dalam film ini dengan pasti dan tak tergesa-gesa dikelola untuk membawa cerita mengalami klimaks dengan pas dan masuk akal. Kesabaran Per Fly dalam memberi penekanan kepada karakternya karena itu cenderung membuat tempo film menjadi lambat. Tapi bukankah mendalami sifat manusia memang takbisa dilakukan dengan terburu-buru?

Jika saja drama yang mendasarkan dirinya pada kekuatan watak ini mampu didukung oleh dialog yang cerdas, mungkin ia dapat menemukan ledakannya yang menyentak. Karen, yang juga seniman, dan Maciek, pengajar di fakultas ekonomi, secara logis dapat melontarkan kata-kata yang lebih bergizi. Tapi, latar belakang mereka sebagai warga Polandia dan Denmark, yang kemudian memaksa mereka untuk bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, mungkin juga menjadi pengekang.

Film ini, The Woman that Dreamed About a Man, diputar di festival film Cannes pada tahun 2009 dan secara resmi dirilis pada awal tahun ini.


• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar