Mitos ini setidaknya ada tiga macam:
Mitos pertama adalah mitos “tanah yang dijanjikan”. Mitos ini ditujukan untuk bangsa Yahudi sendiri. Kepada mereka dikatakan bahwa negeri di antara Laut Tengah dan Sungai Jordan itulah tanah sakralyang dijanjikan “Yahweh” kepada mereka. Dan karena itulah, jutaan keturunan Yahudi dari seluruh dunia, juga dari Amerika, Rusia dan Ethiopia rela berimigrasi –dan berjuang- ke Israel, sekalipun tahu, tanah itu tidak senyaman daerah asal mereka, dan sejak berdirinya tak pernah sepi dari konflik berdarah.
Mitos kedua adalah mitos “bangsa yang didhalimi”. Mitos ini terutama ditujukan untuk bangsa Barat, sehingga Israel mendapatkan pembenaran atas tanah yang didudukinya, sampai-sampai film “Schindler List” karya Steven Spielberg dianugerahi sejumlah Oscar.
Mitos ketiga adalah mitos “Yahudi adalah manusia-manusia superior yang mampu mengendalikan dunia”. Seakan-akan Amerika sendiri, dikendalikan Yahudi, sehingga selalu memveto keputusan PBB yang merugikan Israel, media massanya selalu membela Israel, dan konglomeratnya tak henti mengucurkan dana demi Israel. Mitos ketiga ini terutama ditujukan kepada ummat muslim. Akibatnya Israel dianggap musuh yang paling pantas dibenci – dan juga ditakuti. Sulit membayangkan seorang tokoh semacam Ariel Sharon datang ke negeri muslim seperti Indonesia, lalu diajak meninjau masjid Istiqlal atau bertemu dengan tokoh-tokoh muslim, sebagai mana pernah terjadi dengan Bill Clinton atau Jimmy Carter.
Sungguh, ketiga hal di atas sesungguhnya mitos.
Tentang tanah yang dijanjikan (dalam Taurat), sesungguhnya telah terpenuhi dengan kerajaan besar Nabi Daud dan Nabi Sulaeman. Namun setelah Sulaeman tiada, negeri itu pecah karena perebutan kekuasaan di antara mereka sendiri, dan akhirnya jatuh ke tangan penjajahdari berbagai negara super power (Babilonia, Persia, Romawi). Terakhir, di masa Romawi, orang Yahudi diusir dan menyebar (diaspora) ke seluruh dunia. Walhasil, ketika Umar bin Khattab memerdekaan wilayah itudari Romawi, di sana tinggal orang-orang Kristen, dan praktis tak ada lagi Yahudi.
Tak semua masyarakat Yahudi percaya mitos pertama ini. Di Israel saja saat ini ada sejumlah sekte Yahudi yang menolak mengakui eksistensi negara Israel karena mereka berkeyakinan bahwa yang berhak memerintah mereka adalah Mesias. Ini lantaran mereka menolak Nabi Isa atau Yesus sebagai Mesias.
Sedang mitos didhalimi, juga sebenarnya kenyataan bias yang dipolitisir. Yahudi Jerman memang pernah “dibersihkan” oleh Hitler. Namun yang dimusuhi Hitler tidak cuma Yahudi, tetapi semua yang anti rezim, termasuk kalangan sosial-demokrat, komunis, bahkan mungkin juga muslim. Selain itu, khusus untuk Yahudi, tindakan itu dilakukan Hitler dengan alasan Yahudi Jerman berkolaborasi dengan sekutu sehingga Jerman mengalami kekalahan pada Perang Dunia I.
Sebenarnyalah, di banyak negeri, seperti Skandinavia, Inggris dan Amerika, tidak ada Yahudi yang didhalimi. Bahkan sekarang saja, lebih banyak Yahudi di Amerika daripada di Israel. Dan pada kurun yang sangat panjang, di wilayah Khilafah Islam, kaum Yahudi mendapat perlindungan. Pada masa reconquista di Andalusia, penguasa Kristen melakukan pembersihan pada apa sajayang bukan Kristen. Mereka dipaksa pindah agama dan dijadikan budak, diusir atau dibunuh. Kaum Yahudi Andalusia ini lalu mendapatkan perlindungan di wilayah Bosnia,yang waktu itu bagian dari Kekhilafahan Islam yang berpusat di Istambul.
Sedang mitos terakhir, sesungguhnya bukan Israel yang mengendalikan dunia atau Amerika, namun Amerikalah (dan juga Inggris) yang memanfaatkan Israel sebagai “kambing hitam” untuk mengalihkan perhatian ummat Islam sedunia. Pada perang 1973, Mesir praktis sudah melumpuhkan Israel, sampai kemudian datang kapal-kapal induk Amerika dengan ratusan pesawat tempur dan sejumlah rudal nuklir. Tak heran bila Anwar Sadat berkata, “Kami siap menghancurkan Israel, namun kami tidak siap negeri kami hancur bila berhadapan dengan Amerika”.
Sesungguhnyalah, musuh nyata kaum muslim adalah ideologi kapitalisme yang terutama diemban Amerika. Israel hanyalah proyek pengalihan perhatian. Tentu saja, tidak semua orang Amerika berarti musuh. Sejatinya mayoritas rakyat Amerika juga hanya korban dari ideologi ini. Demokrasi kapitalisme hakekatnya akan disetir para pemegang kapital, yang mampu mengendalikan opini via media massa, mengorbitkan tokoh, membiayai kampanye, membayar lobby-lobby, juga menyewa para demonstran. Dan pada skop yang lebih jauh, mereka bahkan merasa perlu membuat negara yang mampu lebih memuluskan kepentingan mereka. Dan negeri itu bernama Israel.
Hasilnya sungguh luar biasa. Kaum muslim jarang yang merasa Amerika adalah musuhnya, karena mereka memiliki “musuh yang lebih pantas dibenci” yaitu Israel.
Sumber :
Dr. Fahmi Amhar
Dosen Pascasarjana Universitas Paramadina
http://famhar.multiply.com/journal/item/43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar