Naas betul nasib Jhony Malela (45). Di hari kemenangan hidupnya berakhir di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (10/9/2010), saat ingin bersalaman dengan pemimpinnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jhony adalah seorang tunanetra. Ia jatuh saat berdesak-desakan dalam antrean warga yang ingin bersilaturahim dengan Kepala Negara.
Sebelumnya, Presiden mengumumkan ia berserta keluarga membuka diri bagi masyarakat yang ingin bersalam lebaran di Istana. Ketika memberikan keterangan soal open house, Kepala Rumah Tangga Kepresidenan Winata Supriatna hanya mengatakan, Presiden hanya menerima warga sejak pukul 15.00-17.30.
Meski pintu Istana baru dibuka pukul 15.00, namun ribuan warga sudah mulai berdatangan sejak pagi. Mereka berdiri memanjang di sisi pagar Istana di tengah cuaca panas. Bersama isteri yang juga seorang tunanetra, Jhony ikut berdesak-desakan dalam antrean.
Sekitar pukul 15.00 gerbang Istana dibuka. Namun, tidak semua orang bisa langsung masuk. Petugas memberi kesempatan masuk kepada masyarakat secara bergantian. Padatnya antrean dan sempitnya pintu membuat dorong-dorongaan tak terhindarkan. Jhony yang berada di barisan depan terjatuh.
"Dia posisinya di depan, trus mau ke belakang, enggak bisa. Kedorong kali ya sama di belakangnya, trus jatuh dan terinjak," kata salah satu petugas Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Theresia Indah Susanti, kepada wartawan, Jumat sore.
Saat petugas medis mengeluarkan Jhony dari kerumunan, nafas pria paruh baya itu sudah satu-satu. "Ketika pertama kali saya lihat, dia nafasnya sudah satu-satu," kata Heri, seorang anggota paramedis yang meberikan pertolongan pertama pada Jhony.
Heri mengaku diminta tolong seorang personel keamanan untuk membantu. Ia pun mengaku sempat memberikan tindakan medis berupa hentakan ke dada korban. Heri juga mengatakan, saat itu dirinya hendak membawa korban ke rumah sakit dengan ambulans. Namun, ambulans sedang penuh. Pada saat yang hampir bersamaan belasan orang jatuh pingsan karena lemas berdesak-desakan.
Naas tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih. Akhirnya, Jhony meregang nyawa di sisi isterinya yang juga penyandang tuna netra sebelum sempat dibawa menuju RSCM dengan menggunakan ambulans.
Desak-desakan tak terhindarkan karena pihak Istana membatasi para warga dan penyandang tuna netra yang masuk ke lingkungan Setneg. Presiden hanya berkenan menerima sekitar 1.200 warga dan penyandang tuna netra.
Dengan demikian, warga dan penyandang cacat bersaing menjadi salah satu dari sekitar 1.200 orang yang berkesempatan bersalaman dan mendapat "angpao" dari Presiden. Maklum, jumlah warga dan penyandang tuna netra yang datang lebih dari 1.200 orang. Berdasarkan pengakuan sejumlah tunanetra, pihak istana memberikan amplop berisi uang Rp 100 ribu.
Informasi bahwa Presiden hanya berkenan menerima sekitar 1.200 orang tak tersosialisasikan dengan baik. Presiden juga tidak gamblang menjelaskan soal pembatasan tamu yang akan diterimanya ketika berbicara di hadapan pimpinan media massa dan wartawan Istana Kepresidenan pada acara berbuka puasa bersama, awal pekan silam. Alhasil, tamu yang datang membludak.
Padahal, pada 2009, seluruh warga dan penyandang tuna netra ditampung di halaman Setneg sehingga mereka tak perlu berdesak-desakan di luar lingkungan Setneg.
kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar