Biasanya, Desember hingga Tahun Baru merupakan puncak keramaian wisata Gunung Bromo di Kabupaten Probolinggo. Pengunjung ingin menikmati keeksotisan Bromo dengan panoramanya nan elok. Matahari terbit menjadi momentum yang dinanti-nantikan.
Wisatawan menikmati panorma aktivitas vulkanik Gunung Bromo dari Penanjakan II Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Probolinggo, Minggu (19/12/2010). Meski aktivitas vulkanik Gunung Bromo masih terus berlangsung namun status Gunung Bromo masih siaga dengan radius aman 2 kilometer dari kawah Bromo.
Sejak Gunung Bromo mengalami erupsi dan memuntahkan abu vulkanik, tempat wisata ini nyaris seperti mati suri.
Hujan abu vulkanik terus menyembur dari kawah Bromo. Abu itu tidak saja merusak tanaman, tetapi juga mematahkan dahan-dahan pohon ke jalan. Akses jalan ke Bromo mulai dari Wonokerto hingga Cemorolawang tertutup abu vulkanik. Bila panas, mengepul. Bila hujan, membuat jalan licin. Listrik juga padam, kabel listrik tergeletak di jalan karena tiangnya roboh.
Akhir pekan lalu, Minggu (19/12/2010), masih terlihat pengunjung menikmati kepulan asap Bromo dari Penanjakan, Pasuruan, atau Cemorolawang, Probolinggo. Namun, sejak Senin (20/12/2010) malam, terjadi hujan abu yang terus mengguyur. Bahkan, Selasa (21/12/2010) petang, hujan abu mencapai Kota Probolinggo.
Hujan abu pada Rabu (22/12/2010) memaksa sejumlah hotel di sekitar Gunung Bromo tutup dan menolak tamu yang ingin menginap. Bahkan, plafon ruang restoran, gudang, dan resepsionis Hotel Lava View ada yang jebol karena tak kuat menahan tebalnya abu yang masuk ke talang dan paralon.
Karyawan perempuan pun dipulangkan. Hanya enam karyawan laki-laki yang terus berjaga pada Rabu malam. Suasana mencekam karena lampu listrik padam. Hotel dalam kondisi gelap gulita. Dengan diterangi lilin di ruang restoran, terlihat lava pijar dari kawah Bromo seperti bunga api yang membubung tinggi.
Kamis (23/12/2010) pagi, pengelola Lava View memutuskan mengembalikan uang calon tamu yang telanjur ditransfer. Tamu yang jauh-jauh hari telah memesan kamar diberi tahu bahwa sementara hotel tak beroperasi.
Sebagian karyawan membersihkan ruangan yang penuh abu dan menjadi lumpur karena tercampur air hujan. Sebagian lagi naik ke atap dan mengeruk abu agar tidak semakin tebal dan menjebol atap.
Bagian Operasional Lava View, Momo, mengemukakan, untuk sementara hotel tidak menerima tamu. Selama ini hotel itu jadi pilihan karena pengunjung bisa menyaksikan keindahan Gunung Bromo cukup dari restoran atau halaman hotel. ”Kami berhenti sementara daripada tidak bisa memberi pelayanan terbaik,” kata Momo.
Sepinya pengunjung juga dialami Hotel Cemara Indah, Bromo Permai, Kafe Lava, Java Banana, dan Yoschi Hotel. Meski tidak mengalami kerusakan, abu juga menyelimuti hotel tersebut. Kalaupun kamar tersedia, akses menuju hotel sejak dari Wonokerto tertutup abu. Dua hari terakhir, hujan juga mengguyur, membuat jalanan licin.
Penghasilan menurun
Sepinya tamu hotel berarti juga menurunnya penghasilan warga dari sektor wisata. Warga yang menyewakan rumahnya untuk homestay juga menghubungi tamunya. Untuk sementara, rumah yang disewakan tidak layak huni. ”Hal itu dilakukan agar tidak mengecewakan," kata Yarno, salah seorang pegawai homestay.
Penyedia jasa menunggang kuda, sopir jip, pedagang suvenir, kaus, sarung tangan, syal, dan topi penghangat juga kehilangan pembeli sementara waktu. Padahal, sepinya pengunjung terjadi sejak Bromo dinyatakan erupsi dan akses ke lautan pasir ditutup.
Kini pemilik kuda atau ternak sapi tidak saja kehilangan penghasilan, tetapi juga kesulitan mencari pakan. Mereka juga disibukkan dengan kegiatan membersihkan abu di atap kandang agar tidak sampai roboh.
Totok, salah seorang warga di Cemorolawang, dibantu rekannya sibuk membersihkan pasir di atap kandang kuda. Di kandang itu ada tiga kuda. Kini mencari pakan kuda agak sulit karena rumput tertutup abu. Kalaupun ada, harus dibersihkan dulu. ”Jika mau yang agak bersih ya mencari ke wilayah yang ketebalan abunya tidak parah,” tuturnya.
Sopir yang biasa mengantar pengunjung Bromo ke Penanjakan untuk menikmati matahari terbit atau ke kawah Gunung Bromo melintasi lautan pasir juga kehilangan pendapatan. Biasanya untuk mengantar pengunjung pergi-pulang dari penginapan tarifnya Rp 300.000 untuk jip berkapasitas enam orang. Sopir dapat komisi Rp 25.000. Jika model setoran, maka sopir menarik Rp 60.000 per penumpang. ”Harga itu juga disepakati bersama dengan jip yang dikelola koperasi,” kata Sugik.
sumber : http://travel.kompas.com/read/2010/12/24/11194735/Wisata.Alam.Bromo.Istirahat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar