Bahkan Gubernur Soekarwo sempat marah usai membaca berita tersebut. Pemprov menilai, pemeriksaan kesehatan terhadap CPNS sebagaimana yang dilakukan Rumah Sakit Tentara (RST) Soepraoen terlalu detail dan terkesan menggunakan standar tentara.
“Mestinya tak perlu terlalu detail seperti itu, ini kan tes untuk CPNS yang pesertanya dari kalangan sipil. Makanya setelah membaca berita tersebut, Gubernur sempat marah dan minta itu dievaluasi,” ujar Asisten III Bidang Kesra Setdaprov Jatim, Hary Soegiri kepada Pers.
Mendapat perintah demikian, pihaknya, kata Hary, langsung mengklarifikasi kasus tersebut ke Pemkot Batu. Setelah mendapat penjelasan dari Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Batu, Pemprov minta agar Pemkot Batu memberi penjelasan langsung ke media.
“Pak Eddy Rumpoko (Wali Kota Batu) sendiri katanya yang akan menjelaskan. Jadi, semuanya sudah clear,” jelas Hary.
Meski demikian, agar hal yang sama tidak terulang, Pemprov minta tes kesehatan penerimaan CPNS tahun-tahun mendatang harus dilakukan di RSU milik pemerintah dan bukan di RS militer.
Hal itu dinilai penting, agar standar pemeriksaan tes kesehatan CPNS antara daerah satu dengan lainnya sama.
Seperti diberitakan sebuah media cetak, belasan perempuan CPNS Kota Batu terkaget-kaget ketika mengikuti tes kesehatan, karena selain harus berhadapan dengan dokter pria, mereka juga diminta dalam keadaan separo telanjang.
Belasan perempuan itu merupakan CPNS yang diterima pada rekrutmen 2008 lalu dan akan diangkat menjadi PNS Kota Batu tahun ini. Tes kesehatan itu merupakan salah satu syarat pengangkatan. Tes itu digelar di Rumah Sakit Tentara (RST) Soepraoen di Kota Malang.
“Sebelum tes kesehatan kulit dan kelamin itu, kami sudah diberitahu agar melepas semua pakaian kecuali bra dan celana dalam. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang, dan kami disuruh berjejer saat memulai pemeriksaan,” aku seorang pegawai honorer Batu yang meminta namanya dirahasiakan karena malu urusan bugil ini dipublikasikan media.
Hal yang sama juga dikeluhkan seorang guru di salah satu SMA di Kota Batu, sebut saja Bunga, yang juga mendapatkan cara tes kesehatan yang dinilainya tidak sopan.
“Ya sepanjang pemeriksaan saya bersama 9 teman CPNS lain sudah biasa masuk ruangan dan membuka pakaian bagian atas bersamaan untuk foto rontgen,” kata CPNS perempuan lainnya.
Namun alangkah kagetnya ia ketika disuruh masuk dalam bilik pemeriksaan kulit dan kelamin secara bersamaan dalam keadaan setengah bugil. Mereka hanya boleh menggunakan bra dan celana dalam.
“Saya tetap menjalaninya, karena berpikir tak masalah setengah telanjang, karena yang memeriksa paling dokter cewek. Tapi alangkah kagetnya ketika di dalam ternyata dokternya laki-laki, saya malu sekali,” akunya.
Sekretaris Pemeriksaaan Kesehatan RST Soepraoen, dr Gaguk Prasetya, mengatakan tes kesehatan yang mereka lakukan di RST sudah sesuai prosedur dan diberlakukan sama untuk seluruh pasien mulai dari tes kesehatan untuk Korps Wanita Angkatan Darat, perwira wanita, hingga PNS.
“Dan di RST kami hanya tersedia satu dokter kulit dan kelamin yang kebetulan memang laki-laki. Apalagi tak ada aturan di RST ini yang mewajibkan jika pasien wanita harus diperiksa oleh dokter wanita juga,” beber Gaguk.
Ditambahkan, dalam proses pemeriksaan, semua dokter bersikap profesional dan tak pernah berniat melecehkan pasien. Pemeriksaan bagian dalam, juga dokternya laki-laki.
Walikota Ditegur
Wali Kota Batu Eddy Rumpoko mendapat teguran tertulis dari Wakil Gubernur (Wagub) Jatim Saifullah Yusuf mengenai pelaksanaan tes kesehatan CPNS tersebut. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Batu, Soendjojo membenarkan Pemkot Batu melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batu, telah menerima teguran dari Wagub Jatim itu.Soendjojo mengatakan, Kepala Dinkes Kota Batu telah ditelepon langsung oleh Kepala Dinkes Jatim atas instruksi dari Wagub. “Intinya, mempertanyakan mengapa sampai terjadi peristiwa tes kesehatan peserta dalam kondisi setengah telanjang.
Padahal, Pemkot Batu sendiri juga tidak tahu bagaimana persisnya kejadian itu. Oleh karena itu, pemkot akan memanggil kepala Badan Kepegawaian untuk menanyakan hal itu,” kata Soendjojo.
Pemanggilan Badan Kepegawaian itu untuk mengonfirmasikan pelaksanaan tes kesehatan yang meresahkan peserta tes CPNS.
“Seharusnya, badan kepegawaian berkoordinasi lebih dulu sebelum mengambil keputusan tentang tes kesehatan di Rumah Sakit Tentara Soepraoen Malang,” ujarnya.
Sementara itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Batu meminta Pemkot Batu lebih selektif memilih Rumah Sakit (RS) yang menjadi rujukan untuk tes kesehatan CPNS tahun depan. Tujuannya agar tak terjadi lagi kekacauan dalam kelompok CPNS yang merasa tak nyaman jika harus disuruh membuka aurat mereka.
“Memang dari segi kedokteran itu tak menjadi persoalan besar, tetapi tentunya tim medis juga harus memperhatikan norma-norma susila yang ada. Dan sisi moral pun harus menjadi prioritas bagi lembaga di Pemkot Batu untuk menentukan RS mana yang baik dan tepat untuk pemeriksaan kesehatan,” kata Ketua MUI Kota Batu, KH Nur Yasin Muhtady.
Dikatakan, dalam ilmu Fiqih memang untuk alasan kesehatan dan pengobatan, wanita diperbolehkan memperlihatkan aurat mereka. Tetapi perlu dicatat yang diperiksa hanya bagian tertentu yang sakit saja yang boleh dilihat. “Tetapi jika langsung disuruh setengah telanjang itu jelas menyalahi norma.
Saya harap ke depan Pemkot bisa lebih bijaksana memilih RS untuk tes PNS. Jika di tempat lain saja tes kesehatan tanpa harus melalui proses setengah telanjang kenapa Batu tidak mengikuti aturan yang sama juga,” jelasnya.
Sementara itu Wakil Wali Kota Batu, HA Budiono mengaku telah mendapat laporan lisan dari dinas terkait, termasuk Dinas Kesehatan. Kepada Budiono, Kepala Dinas Kesehatan, Wiwik Sukesi mengaku pihaknya tak pernah diajak berkoordinasi terkait penunjukan tempat tes kesehatan bagi CPNS 2008.
“Tampaknya ini murni keputusan BKD Batu, untuk itu kami akan mempelajarinya lebih lanjut,” aku Budiono.
Wali Kota Batu Eddy Rumpoko juga berjanji akan melakukan evaluasi ulang tentang RS yang nantinya akan dirujuk untuk pemeriksaan tes kesehatan CPNS Batu tahun berikutnya.
“Tentunya keputusan RS mana yang akan menjadi rujukan akan kami sesuaikan dengan anggaran yang tersedia,” tandasnya.
Direktur RST Soepraoen, Kolonel CKM Dr Bambang Budi Wiryawan Sp THT memastikan tak ada kesalahan prosedur atau pelanggaran kode etik profesi dokter dalam proses pemeriksaan kesehatan CPNS Kota Batu.
Pemeriksaan penyakit kulit dan kelamin yang dilakukan pada CPNS menjadi proses yang wajib dilakukan untuk memastikan subyek tes bebas atau tidak menderita penyakit yang dimaksud.
Hal ini berlaku umum, untuk orang sipil maupun untuk profesi di bidang kemiliteran. Totalnya ada 14 item tes kesehatan yang dilakukan, mulai dari pemeriksaan fisik hingga penyakit dalam.
“Ini sudah prosedural. Pemeriksaan (penyakit kulit dan kelamin) ini tidak bisa ditiadakan dalam proses tes kesehatan, karena ini untuk memastikan apakah ada penyakitnya atau tidak,” terang Bambang.
Bambang menjelaskan, keberatan muncul akibat ketidaktahuan semata jika proses tes kesehatan melalui beberapa tahap termasuk pemeriksaan penyakit kulit dan kelamin yang mengharuskan peserta tes semibugil.
Toh, menurut Bambang, tahun-tahun sebelumnya, RST juga melakukan pemeriksaan tes kesehatan dengan prosedur yang sama bagi CPNS Kota Batu. Dan selama itu juga tidak ada keluhan. “Karena pemeriksaan dilakukan secara prosedural, profesional dan tidak ada unsur pelecehan seksual atau unsur merendahkan. Kami juga sudah cek kepada dokter yang bersangkutan,” kata Bambang yang juga menjadi ketua Panitia Pemeriksaan CPNS Kota Batu.
Dr Gaguk Prasetya, seketaris Pemeriksaan Kesehatan RST Soepraoen menambahkan, ada kesalahpahaman jika ada yang menyebutkan tes kesehatan hanya untuk tes bebas narkoba, atau dengan kata lain, calon CPNS hanya akan dilakukan tes darah atau urine. “Yang dimaksud itu ya tes kesehatan secara menyeluruh, dengan di dalamnya termasuk bebas narkoba,” ucap pria berpangkat Mayor ini.
Sedangkan Kapendam V/Brawijaya Letkol Inf Achmad Mulyono mengatakan sistem pemeriksaan yang dilakukan RST Soepraoen merupakan standarisasi baku yang sudah lama diterapkan dan prosedurnya memang begitu.
Tetapi kalau peserta sipil merasa keberatan dengan sistem tersebut, RST Soepraoen bisa mengubahnya sesuai keinginan dan permintaan peserta. “Karena itu, diharapkan agar sebelum diperiksa pihak instansi yang meminta perlu menyampaikan jenis pemeriksaan yang dilakukan dan disesuaikan dengan keinginan mereka,” jelasnya.
[ Surya ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar